MATARAM – Senin 24 Agustus 2020 malam, Sekolah Pedalangan Wayang Sasak di Mataram Lombok menampilkan pagelaran Wayang Botol Corona Rona Rona. Berlangsung di halaman kantor Yayasan Gagas, pagelaran ini dihajatkan menjadi tayangan nusantara melalui pentas virtual Youtube dan Faceebook yang berlangsung sekitar 57 menit.
Alkisah, kedamaian Negeri Botol terusik oleh kedatangan musuh berupa wabah misterius. Pemimpin dan rakyat kelabakan, tak ada kepastian bagaimana cara melawan musuh itu. Korban berjatuhan tak berbilang. Covid-19 nama wabah itu.
Belakangan rakyat yang semula takut akan kematian karena Covid-19 menjadi cuek, mereka melanggar aturan protokol menghadapi pandemi. Tak ada yang bermasker, tak ada jaga jarak, mereka sudah tidak percaya Corona. “Corona itu cuma rona-rona,” kata rakyat negeri Botol sembari mengusir Pak Lurah yang tengah berpidato.
Rona-rona yang dimaksud adalah wahana hiburan dengan beraneka ragam permainan, seperti komedi putar, bianglala, dan lain-lain.
Keadaan ini membuat prihatin Raden Umar Maya–tokoh kharismatik kepercayaan Raja Jayengrana dalam pedalangan wayang Sasak. Raden Umar Maye menelisik apa gerangan yang membuat situasi sedemikian kacaunya. Dalam penelusurannya Umar Maye menemukan sumber ketidakpercayaan rakyat negeri Botol pada covid19 adalah perilaku para pemimpin mereka yang plin-plan, yang tak bisa dipercaya.
Para pejabat negeri Botol membuat aturan dengan istilah-istilah asing, yang mereka langgar sendiri, sehingga membingungkan rakyatnya. Mereka membuat aturan jaga jarak dan melarang keramaian, tapi menggelar acara-acara seremoni yang mengumpulkan banyak orang dimana-mana.
Dikisahkan kemudian Raden Umar Maya memberikan Gegandek saktinya kepada cucunya Kocet. Sang cucu kemudian berjalan keliling negeri menebar semangat melawan covid kepada penduduk negeri Botol.
Di wilayah paling merah (zona merah), Kocet membuka Gegandek (tas cangklong Sasak) pemberian Umar Maya. Dari dalam Gegandek muncul jarum suntik raksasa berwarna merah putih yang bergerak memusnahkan seluruh hantu Covid.
Didukung kekuatan do’a dan kolaborasi warga, saling bantu, saling jaga, jarum suntik raksasa; buah pikir para ahli itu mengalahkan covid-19. Negeri Botolpun bersih dari Virus Corona, semua bergembira. Rakyat Negeri Botol kembali hidup dalam kedamaian.
Pentas Corona Rona Rona ini diwarnai ceplosan kata-kata yang menarik penonton. Ada kata-kata prank sewaktu pak Lurah tampil yang dituduh hanya berniat menambah follower. Pak Lurah pun dituduh berkata Hoax ketika mengucapkan : ”This is serious problem. Not main-main. You must believe me,” katanya.
Menurut pak Lurah, ia perlu memberitahukan sedang menghadapi masalah. Telah banyak korban jiwa. Negeri Botol perlu diselamatkan. Namun warga menyangkalnya. ”Hahahaha. Masak diare dibilang kena Covid,” ucap warga. Selain itu, juga ketidak percayaan terhadap pemimpin yang menyuruhnya mengenakan masker sebaliknya dirinya sendiri tidak mengenakan masker.
Warga pun mempertanyakan sewaktu merebaknya Corona di Wuhan Cina, pemimpin mereka dinilai tidak jujur atau menyebutnya tidak ada ancaman itu. Bahkan membuka pintu kunjungan wisatawan. ”Kembalikan kepercayaan rakyat. Jangan mencuri. Jangan korupsi bantuannya,” ujar Raja
Pentas ini yang juga diwarnai alunan lagu musikalisasi puisi Teater Mata MAN 2 Mataram dari puisi Maut Tersenyum nya Joko Pinurbo, ”Ini wayang merah putih sebagaia pelajaran di masa pandemi Covid,” kata penulis naskah Fitri Rachmawati sewaktu membuka pentas yang terlambat 30 menit karena kendala aliran listrik PLN yang padam menjelang dimulainya pentas virtual tersebut.
Pentas ini hadir diantaranya berkat dua orang wartawan-wartawati pasangan suami istri Abdul Latief Apriaman dan Fitri Rachmawati yang aktif di Sekolah Pedalangan Wayang Sasak tersebut. Disebut sebagai wayang botol karena anak wayang yang dimainkan di layar adalah terbuat dari limbah botol mineral. Dalangnya pun melibatkan anak-anak Sekolah Wayang Sasak tersebut.
Menurut salah seorang dalang pentas virtual itu, Abdul Latief Apriaman, pertunjukan ini adalah bagian dari program Berayanfest#1. Tradisi Berayan adalah tradisi makan bersama anak-anak di Lombok, di mana setiap orang datang dengan membawa makanan dari rumah masing-masing. Di tempat berayan mereka akan saling bertukar dan berbagi makanan, yg lebih berbagi kepada yg kurang, termasuk kepada mereka yg tak membawa makanan. Semua merasakan kebahagiaan bersama.(*)