MATARAM – Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyerahkan kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah surat keputusan pemutusan kontrak PT Gili Trawangan Indah (GTI) selaku pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) lahan seluas 65 hektar di Gili Trawangan, Sabtu 11 September 2021.
Semestinya lahan HGB tersebut bisa dikelola hingga 2026. Namun PT GTI tidak berhasil menggarapnya. Sebaliknya, warga setempat yang menghidupkan Gili Trawangan sebagai pulau wisata primadona di NTB.
Penyerahan di depan warga Gili Trawangan tersebut dilakukan sebagai surat keputusan pertama Menteri Investasi Bahlila Lahadalia selaku satuan tugas untuk investasi bermasalah yang dibentuk Mei 2021 lalu. ”Keputusan ini dilakukan secara kolektif kolegial bersama polisi dan kejaksaan,” kata Bahlil Lahadalia. Keputusan Satgas ini adalah final dan untuk diikuti pada urutan pemerintahan berikutnya.
Gubernur NTB Zulkieflimansyah menyebutkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB bersikap tidak mengganggu lahan seluas 60 hektar yang sudah ditempati warga. Namun rencananya, menyiapkan badan usaha milik daerah mengelolanya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP),Mohammad Rum menjelaskan, setelah ini, Pemprov NTB sudah memiliki rencana untuk manajemen pengelolaan 65 hektar lahan dalam bentuk badan usaha milik daerah ataupun Unit Pelaksana Teknis. ”Nanti akan ada tim yang membahasnya,” ujarnya.
Warga masyarakat Gili Trawangan lega. Keputusan Pemprov NTB memutuskan kontrak dengan PT GTI memberikan kepastian dan keamanan dalam melanjutkan usaha. Merekapun siap berkontribusi memajukan pariwisata.
Raisman Purnawadi mewakili warga Gili Trawangan menyebutkan setelah 26 tahun menunggu dalam kondisi tidak jelas. Kepada Tempo, ia mengatakan masyarakat masih menunggu kebijakan Pemprov NTB. ”Kalau bisa menjadi hak milik warga setempat,” ucapnya.
Walaupun dibahas lebih jauh, ia berharap setidak-tidaknya Koperasi Serba Usaha Maju Jaya di Gili Trawangan memperoleh kepercayaan mengelolannya. ”Statusnya dibeli atau disewa belum dibicarakan,” katanya.
Tahun 1993, PT GTI dipercaya mengembangkan investasinya membangun 150 buah cottage dan fasilitas pendukung lainnya, royalti per tahun Rp. 22,5 juta dan jangka waktu PKP 70 tahun dan diberikan HGB dengan ketentuan yang berlaku.
Di atas lahan seluas 65 hektar tersebut terdapat 512 kapling yang dikuasai warga. Luas Gili Trawangan 345 hektar. Sebelum PT GTI muncul, 1993, Pemprov NTB sudah pernah memberikan HGU di atas lahan 100 hektar untuk dikelola oleh kerabat dan pejabat setempat.
Setelah HGB ditelantarkan, warga menghidupkannya sebagai destinasi wisata Namun kemudian, waktu itu, 1993, pondok penginapan yang berbentuk rumah panggung didirikan warga, dirobohkan oleh aparat pemerintah daerah menggunakan gergaji mesin yang dikenal kemudian sebagai Operasi Chainsaw.(*)