MATARAM – 27 November 2025
Dua puluh tahun setelah keris ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia, Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI) Koordinator Wilayah Nusa Tenggara Barat menggelar Upakara Panca Wali Keris sebagai puncak peringatan tonggak tersebut. Kegiatan berlangsung di halaman Gedung Ruarasa, Rembiga, Mataram, Rabu (25/11/2025), dan dihadiri para empu, budayawan, kolektor, serta penghayat tradisi.
Ketua SNKI Korwil NTB, Lalu Kusnawan, menegaskan bahwa pengakuan UNESCO tidak menjamin kelangsungan tradisi perkerisan. Ia menilai pelestarian harus dilakukan secara berkelanjutan. “Keris bukan sekadar pusaka, melainkan identitas dan kearifan Nusantara,” ujarnya saat membuka acara.
Rangkaian Upakara Panca Wali Keris diawali dengan Tari Tandang Mendet dari Sembalun, disusul lantunan tembang Sasak dan orasi budaya tokoh adat. Inti kegiatan adalah prosesi penyucian keris, yang memadukan nilai spiritual dan historis.
Pemilik Ruarasa Lombok Immersive Edupark, Prof. Dr. dr. Hamsu Kadriyan, menyatakan bahwa pelestarian budaya tidak boleh berhenti pada seremoni. Menurutnya, ruang edukasi seperti Ruarasa dirancang untuk memperkenalkan sejarah dan teknik perkerisan kepada masyarakat melalui pendekatan digital agar lebih mudah diakses generasi muda.
Di sela kegiatan, SNKI menyerahkan sertifikat kompetensi kepada sejumlah pelaku perkerisan, terdiri dari dua kurator keris, tiga mranggi, dua tukang warang, dua penatah logam, dan seorang empu. Kusnawan menyebut sertifikasi sebagai langkah strategis membangun ekosistem perkerisan yang profesional. “Sertifikasi bukan dokumen formal, tetapi bukti kompetensi yang membuat karya seniman lebih dipercaya publik,” katanya. Ia menambahkan, banyak program pendanaan dan pameran kini mensyaratkan sertifikasi sebagai bagian dari kurasi.
Sertifikasi dilakukan melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Perkerisan Indonesia yang berlisensi BNSP. Mekanisme ini memberikan akses pendampingan teknis, pemetaan keahlian, serta peluang keterlibatan dalam program strategis nasional.
Pamong Budaya Ahli Utama Kementerian Kebudayaan RI, Dra. Christriyati Ariani, mengingatkan bahwa pengakuan UNESCO dapat terancam bila pelestarian tidak dilakukan secara konsisten. Ia mengapresiasi SNKI NTB yang tetap menghadirkan praktik budaya melalui prosesi Panca Wali Keris dan tidak berhenti pada dokumentasi.
SNKI NTB juga berencana memperkuat kerja sama dengan Museum NTB, khususnya dalam konservasi koleksi keris dan penguatan riset. Program tersebut diharapkan mendorong regenerasi empu dan perajin muda.
Kusnawan menutup peringatan ini dengan seruan kepada generasi muda agar terlibat dalam pelestarian tradisi perkerisan. Ia menilai keberlanjutan identitas budaya bergantung pada keterlibatan generasi baru. “Identitas akan memudar bila tidak dirawat. Kita membutuhkan generasi baru yang bukan hanya bangga pada keris, tetapi benar-benar memahaminya,” ujarnya.
Peringatan dua dekade pengakuan UNESCO ini menegaskan bahwa pelestarian budaya memerlukan standar, profesionalisme, dan regenerasi agar tradisi terus hidup dan relevan.(adit/*)







