MATARAM – Peraturan Daerah (Perda) Rencana Pembangunan Industri Nusa Tenggara Barat (NTB) resmi berlaku sebagai kebijakan pemerintah daerah dalam menjaga keberlangsungan peta jalan industrialisasi di NTB. Perda ini menjadi yang pertama di Indonesia.
Menurut Gubernur NTB Zulkieflimansyah, industrialisasi harus disinkronkan dengan Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) sebagai instrumen pendukung kebijakan. ”Terlebih dalam pengembangan kawasan agroindustri dan pengembangan IKM NTB”, kata Zulkieflimansyah di gedung DPRD saat paripurna persetujuan Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) inisiatif Gubernur, Rabu 23 Desember 2020.
Ia berharap hadirnya Perda ini benar benar berfungsi mengatur jalannya pembangunan industri yang sedang diikhtiarkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Seperti diketahui, keseriusan pemerintah daerah dalam membangun ekonomi berbasis industrialisasi ini diprioritaskan pada lima bidang yakni pangan, ternak, unggas, pertanian dan perkebunan. Agro industri kayu dan bukan kayu, pakan serta industri mesin, transportasi dan energi terbarukan. Ada pula industri tambang seperti smelter dan turunannya, industri kimia dan industri kreatif.
Beberapa pengembangan IKM juga telah mulai terwujud seperti kendaraan listrik, olahan makanan, busana muslim dan lainnya.
Panitia khusus lima DPRD NTB yang membahas Perda ini juga memahami urgensi dari Perda ini atas apa yang sedang dikerjakan oleh pemerintah daerah dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. “Dengan catatan harus mampu memberikan proteksi, perlindungan dan pembinaan IKM”, ujar Ketua DPRD, Baiq Isvie Rupaeda.
DPRD menilai, industrialisasi tidak hanya dalam rangka pengembangan potensi daerah namun juga dalam rangka memberi ruang dan bersaing bagi masyarakat di era industri.
Dalam paripurna keempat penutup tahun di masa sidang ketiga itu juga diusulkan untuk disetujui enam Raperda lain tentang pendidikan pesantren dan madrasah, penggunaan jalan untuk kegiatan kemasyarakatan, perubahan Perda No 4 tentang usaha budidaya dan kemitraan tembakau virginia, Raperda pengakuan penghormatan, penghargaan dan perlindungan atas kesatuan kesatuan masyarakat adat, pencegahan perkawinan anak dan Raperda penyelenggaraan desa wisata.
Enam Raperda tersebut belum disetujui dewan atas pertimbangan memerlukan pendalaman materi agar dapat mengatur secara aplikatif. Misalnya Raperda tentang pesantren yang belum mengatur tentang formulasi kearifan lokal dan kekhususan pesantren. Atau Raperda tentang perubahan Perda 4 tentang usaha budidaya tembakau yang belum menemukan kesepakatan tentang bagaimana mengatur kuota import tembakau serta ketentuan bagi perusahaan rokok agar membina pabrik rokok skala menengah secara bertahap agar beroperasi di NTB.(*)