SEMBALUN LOMBOK TIMUR – Selama dua hari, Rabu – Kamis 13 – 14 Juli 2022 lalu, di Bale Adat Sembalun Bumbung Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur, berlangsung kegiatan budaya Ngayu Ayu.
Tradisi tiga tahunan yang berlangsung di lembah Rinjani tersebut dihadiri oleh para pemuka ada Sasak dan tamu Sultan se Nusantara bahkan dari Malaysia dan Belgia,
Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Kabupaten Lombok timur Muhammad Nursandi menyebutkan adanya kegiatan konferensi Teo Ekologi dan Gawe Adat Agung yang berlangsung tersebut.
Hari pertama, Rabu 13 Juli 2022 dimulai dengan Upacara Mendakin, penyamputan tamu Agung di Gumi Sembalun Bale Adat Sembalun Bumbung. Setelah itu dilakukan peletakan batu pertama Sekolah Kebudayaan Sembalun oleh Bupati Lombok Timur M. Sukiman Azmy.
Sukiman Azmy mengatakan masyarakat Sembalun konsisten merawat tradisi leluhurnya. ‘’Ini bukti bahwa masyarakat masih merawat adat istiadatnya,’’ katanya. tradisi ini menguatkan hubungan manusia dengan alam dan penciptanya.
Khasanah kekayaan adatnya tidak lekang dengan kemajuan zaman. tradisi mulia ini bisa berdampak positif terhadap sektor pariwisata. Keragaman tradisi dan budaya ini bisa menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Sembalun, disamping pesona alamnya yang dikenal indah. ‘’Kami berharap tradisi ini bisa menjadi benteng penjaga keseimbangan di kawasan geopark,” ujarnya.
Menurut Ketua Badan Pelaksana Majelis Adat Sasak Lalu Bayu Windya menjelaskan kepada Tempo, Lalu Byu Windya :Ngayu-Ayu merupakan ritual tiga tahunan. Istilah Ngayu-Ayu diambil dari akar kata “Ayu” yang berarti baik. ‘’Ritual ini merupakan perayaan berbaik-baik, bersukacita sekaligus momentum untuk berkontemplasi setelah 3 tahun masa mengolah tanah,’’ katanya, Ahad 17 Juli 2022.
Sudah berlangsung ratusan tahun lalu, dari sisi piranti dan cara melaksanakan ritusnya, kuat dugaan bahwa Ngayu-Ayu dilaksanakan sebagai cara para leluhur memutus mata rantai hama padi beras merah. Racikan obatnya berupa “air murni” dan kulit kerbau yang di-qurban-kan.
Dua bahan itulah yang dibagi-bagi kepada setiap warga untuk dituang dan dibakar disawahnya masing-masing. Memang perlu riset mendalam mengapa dipilih bahan – bahan tersebut sebagai obat pemberantas hama. ‘’Namun sejauh ini ritual tersebut dengan segala pirantinya terbukti berhasil menjaga hasil panen tetap bagus di sana,’’ ujarnya.
Air diambil dari tujuh mata air dengan ritual puji – pujian kepada Allah SWT. Lalu disemayamkan di tempat yang khusus disediakan untuk itu, sebuah bangunan semi terbuka, bertiang enam, disebut sekenem. Sepanjang malam, air dibacakan doa – doa dan dilantunkan tembang. Dari sini air diarak menuju tempat acara. Sepanjang hari itu, warga desa bersukacita.
Berbagai tari tradisi ditampilkan mulai dari Genggeruk, Tapel Adam, Tandang Mendet. Selanjutnya seekor kerbau disiapkan untuk di-qurban-kan. Setelah disembelih, kepalanya dipersembahkan kepada tanah untuk ditanam dan kulitnya akan dibagikan keseluruh warga petani.
Ritual ini bernafaskan kebersamaan dan persatuan. Karena leluhur Lombok tentu sangat mengerti bahwa hanya persatuan yang akan menyelamatkan kehidupan. ‘’Sama dengan Presiden Jokowi.yang kumpulkan mata air dari 34 prov dari se Indonesia di IKN,’’ ucap Bayu Windya.(*)