MATARAM – Ketua Asoasi Perusahaan Perjalanan Wisata Nusa Tenggara Barat (ASITA) Dewantoro Umbu Joka mengatakan kaget menerima harga kamar hotel yang tinggi menjelang balap MotoGP, 18 – 20 Maret 2022 mendatang.
Jika semula harga kamar mulai di bawah Rp 1 juta hingga Rp 2 -3 juta jika memiliki private pool, menjelang balap MotoGP 18 – 20 Maret 2022 nanti ditawarkan meningkat berlipat kali. ’’ Saya tidak ingin harga kamar menjadi mahal sehingga calon penonton memilih hotel di Bali atau akomodasi lain,’’ kata Umbu Joka yang pemilik PT Dewamora Tour.
Ia menilai sah saja mematok harga kamar mahal dibanding biasannya karena permintaan tinggi dibanding ketersediaan kamar. Tetapi jika calon penonton memilih akomodasi di daerah lain maka akomodasi lokal akan dirugikan. ‘’Mahalnya harga kamar sudah menjadi pembicaran yang tidak mengenakkan di seluruh Indonesia,’’ ujar Umbu Joka.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Nusa Tenggara Barat(PHRI NTB) Ni Ketut Wolini mengatakan meningkatnya harga kamar saat balap mMotoGP, sama dengan keadaan di negeri jiran Malaysia sewaktu adanya balap di sirkuit Sepang. Mengenai tariff hotel seriap ada perhelatan memang ada kenaikan. ‘’Jika dianggap tidak wajar memang tidak wajar karena ada pihak ketiga yang membuat naik lagi,’’ katanya.
Kemudian ia menyebutkan bahwa bertambah mahalnya tariff kamar diantaranya juga disertai tambahan layanan penjemputan dan bahkan ticket nonton balapnya.
Data PHRI NTB, jumlah kamar hotel di Lombok memiliki sebanyak 17.708 kamar dan di pulau Sumbawa 2.407 kamar dari sejumlah 20.607 kamar se NTB. ‘’Jika penjualan ticket balap MotoGP mencapai 100 ribu lembar berarti akan terdapat kekurangan kamar,’’ ujarnya.
Ketua Asosiasi Hotel Mataram Yono Sulistyo yang juga banyak menerima keluhan mengatakan faktor demand dan supply. ‘’Sebagian besar hotel di kota Mataram menjual dengan public rate,’’ ucapnya.
Demikian pula Ketua Indonesia Hotel General Manager Association Nusa Tenggara Barat Ernanda Dewobroto Agung menyebut sebenarnya mekanisme yang berjalan adalah mekanisme pasar. ‘’Harga selalu berbanding lurus dengan permintaan. Ini ga bisa dipungkiri karena permintaan tinggi dan supply terbatas,’’ ujarnya.
Ia mengajak memikirkan tambahan supply memanfaatkan hotel yang sudah ada. Misal hotel kecil yang ada di area Mataram yang jumlahnya banyak, kemudian memanfaatkan hotel yang ada di Gili Tramena (Gili Trawangan Gili Mneo dan Gili Air) dan Lombok Timur. ‘’Mereka hanya butuh akses agar bisa datang ke Mandalika tanpa kendala,’’ ucapnya.
Demkian pula Ketua Senggigi Hotel Association I Ktut Murta Jaya Kusuma yang juga General Manager Hotel Holiday Resort menyebut tidak ada masalah meningkatnya . ‘’ Mahal tapi sold out kan bagus . Lain halnya kalau tidak laku itu yang jadi masalah. Ukuran mahal berbeda – beda tergantung siapa yang beli,’’ katanya.
General Manager Hotel Merumatta Senggigi Abdul Aziz mengatakan hampir rata – rata hotel di event MotoGP menaikkan harga kamar hotel, ini bentuk dari pada strategy hotel. Karena bila mana harga kamar hotel tidak dinaikkan ,sedangkan observasi dilapangan travel agent atau calo lainya sudah menjual diatas harga tersebut. ‘’Semua lini sudah meng up harga baik dari transport , hotel bahkan kos kosan sudah jadi home stay,’’ ujarnya.
Seorang dosen ekonomi Universitas Mataram M Firmansyah mengkawatirkan mahalnya harga kamar sewaktu adanya MotoGP ini. Menurutnya perlu dipahamkan keseimbangan jangka pendek dan jangka panjang. Perilaku jangka pendek akan mempengaruhi jangka panjang. Supply yang tinggi akan direspon demand saat ini. ‘’Tapi ketika ada subtitusi berikutnya akan ada rasionalitas baru perilaku konsumen,’’ ucapnya. (*)