BAYAN – Sekitar 80 kilometer dari kota Mataram arah utara, di Desa Bayan Kabupaten Lombok Barat ada masjid kuno Bayan Beliq. Dindingnya bambu setinggi satu meter dan beratap Santek – juga dari bambu. Lantainya masih tetap asli tanah yang dipadatkan.
Bangunan masjid kuno tadi bukan satu-satunya di atas areal tanah seluas 1,5 hektar yang kini disebut sebagai peninggalan sejarah. Ada enam bangunan makam mengelilingi masjid tersebut yaitu makam : Karang Salah, Sesait, Penghulu, Anyar, Rea, dan Pelawangan.
Seperti halnya masjid, makam-makam tadi yang pondasinya dari batu, berdinding bambu dan atap Santek – juga dari bambu. Letaknya berada di ketinggian sekitar dua meter di atas tanah yang paling rendah.
Sebagai peninggalan sejarah, menurut Kepala Desa Bayan Satradi yang asli kelahiran Bayan, 34 tahun lalu, selama ini menjadi obyek kunjungan wisatawan mancanegara. ‘’Hanya selama pandemic saja yang berkurang jumlah pengunjungnya,’’ kata Satradi, Selasa 19 April 2022 pagi.
Mereka yang melakukan sembahyang di dalamnya beralaskan tikar anyaman. Di dalamnya ada beduk bulat lonjong berukuran garis tengah tiga perempat meter panjang 1,5 meter digantung pakai rotan. Di seberangnya, ada mimbar kayu berkepala naga. Di atas, tepat di tengah yang ditopang oleh empat tiang bulat berukuran besar ada hiasan burung dara, angsa, ikan.
Masjid itu pun tidak dibuka setiap waktu. Bisa dikatakan, masjid tersebut digunakan pada waktu tertentu terutama pada saat dilakukan upacara adat. Dan tidak semua orang Islam di sana melakukan sembahyang. Yang sembahyang di situ hanyalah para kiai mulai dari kiai Pengulu, kiai Ketip, kiai Lebe, kiai Modin, kiai raden dan kiai santri.
Tidak sebagaimana biasanya masjid umumnya, terletak di samping selatan makam Rea – Rea artinya besar adalah makam penyebar agama Islam pertama di Lombok yang tak diketahui namanya, tanpa pengeras suara desa Bayan..
Saat puasa ini tarawih hanya oleh para kiai adat – tidak ada jamaah lain sebagaimana pemeluk Islam umumnya. Sedangkan para kiai adat yang datang ke sana berasal dari dusun dan desa di sekitar Bayan yang ikut masuk dalam masjid Bayan Beliq atau disebut pula masjid adat Bayan Agung. Para kiai adat ini terdiri dari kiai pengulu, kiai lebe dan kiai santri yang merupakan wakil masyarakat adat di masjid kuno tersebut.
Satradi menjelaskan bahwa pelaksanaan ibadah masyarakat adat Bayan ini dilangsungkan tiga hari dari semestinya umat Islam. ‘’Jaraknya tiga hari setelahnya,’’ ujarnya.
Di situ, masyarakat yang masih menganut adat Wetu Telu-secara adat baru melaksanakan tarawih tiga hari kemudian. Ini dilakukan di Masjid Kuno Bayan Beliq di desa salah satu wilayah Wetu Telu di Lombok.
Memang, penetapan mulainya puasa Ramadhan juga lebaran, berdasar perhitungan jumlah hari, bulan dan tahun adat. Oleh karenanya, mulai hari puasa dan lebaran selalu lebih lambat tiga hari dari penetapan puasa umumnya.(*)