Fandy Adianto: Terbang di Langit, Melaju di Sirkuit

MANDALIKA – The Mandalika, 23 Juli 2025 – Dari kokpit pesawat Garuda Indonesia hingga podium balap nasional, inilah kisah inspiratif Fandy Adianto, seorang pilot maskapai nasional Garuda Indonesia, yang menjadikan sirkuit sebagai landasan kedua hidupnya.

Di tengah riuhnya Pertamina Mandalika International Circuit pada Minggu, 20 Juli 2025, satu nama kembali mencuri perhatian para pecinta balap nasional: Fandy Adianto. Bukan hanya karena aksinya yang memukau di lintasan, tetapi juga karena latar belakangnya yang unik. Ia adalah seorang pilot Garuda Indonesia dengan pengalaman terbang selama delapan tahun, dan kini juga menjadi pembalap mobil yang kompetitif.

Pada event Kejurnas ITCR 1200 dan Krida Agya One Make Race (OMR) yang menjadi bagian dari Mandalika Festival of Speed 2025, Fandy berhasil meraih podium pertama di kelas Non-Seeded ITCR 1200 dan podium kedua di Krida Agya OMR. Prestasi ini menjadi penegas bahwa pria kelahiran era Michael Schumacher dan Majalah Top Gear ini memang serius di dunia balap.

“Saya start dari posisi 14, dan satu per satu bisa saya lewati hingga finish posisi 7 overall dan juara 1 Non-Seeded. Rasanya luar biasa,” ungkap Fandy dengan semangat.

Namun perjalanan menuju podium tidak mudah. Di hari Sabtu, ia mengalami kesulitan pada sesi balap awal, bahkan finish di posisi kedelapan atau kesembilan di kelas Agya OMR. Baru di hari Minggu, ia mampu beradaptasi dan membalikkan keadaan dengan hasil gemilang.

Cinta pada Dua Dunia: Aviasi dan Otomotif
Fandy bukan pembalap biasa. Cita-citanya menjadi pilot sudah ia tanamkan sejak usia 5 tahun, terinspirasi dari sang ibu yang merupakan pramugari Garuda Indonesia. Kariernya sebagai pilot dimulai pada tahun 2017, dan sejak itu ia menjelajahi langit dari satu kota ke kota lainnya.

Namun, dunia balap juga tak pernah jauh dari hatinya. Sejak usia enam tahun, ia sudah akrab dengan motorsport, khususnya Formula-1. Ayahnya adalah penggemar berat balap F1 dan majalah Top Gear menjadi bacaan favoritnya saat kecil. “Saya dulu sempat ikut balap motor saat SMA, meskipun belum resmi. Baru dua tahun terakhir ini serius di balap mobil,” cerita Fandy.

Langkah resminya sebagai pembalap dimulai tahun lalu, saat ia mengikuti time attack dan berhasil juara pertama. Dari situ, rasa percaya dirinya tumbuh. Ia bergabung dengan tim-tim independen seperti Garasi 350 dan mulai turun di beberapa ajang resmi, termasuk balap Radical SR1, di mana ia juga meraih podium.

Pilot dan Pembalap: Dua Profesi, Satu Insting
Menjadi pilot bukan hal mudah. Begitu pula menjadi pembalap. Tapi Fandy membuktikan bahwa keduanya bisa berjalan beriringan.
“Keduanya menuntut pengambilan keputusan cepat, handling yang presisi, dan kemampuan adaptasi tinggi,” jelasnya.

Sebagai pilot, ia terbiasa menghadapi kondisi cuaca ekstrem dan harus tetap tenang dalam situasi kritis. Hal ini sangat membantu ketika ia menghadapi insiden di lintasan balap. Seperti yang ia alami di Mandalika, saat terjadi insiden tabrakan dan mobil terbakar di depannya.

“Saya sempat takut, tapi saya tahu harus tetap fokus. Rasa takut itu saya ubah menjadi energi untuk tetap tenang dan berhitung dalam mengambil keputusan,” katanya.

Dengan sistem kerja pilot yang memungkinkan ia mengatur jadwal cuti, Fandy mampu menyusun waktu untuk berlatih dan mengikuti balapan. Sementara teman-temannya memilih liburan ke luar negeri, ia lebih memilih turun ke lintasan.

Pengalaman balapan di Mandalika menjadi salah satu momen paling membekas dalam karier balap Fandy. Ia menyebut sirkuit ini sebagai salah satu yang terbaik di Indonesia, dengan karakter unik, banyak tikungan berkecepatan tinggi, serta kombinasi teknikal dan elevasi yang menantang.

“Track-nya mulus, layout-nya menyenangkan, dan fight di dalamnya benar-benar membuat saya merasa hidup kembali,” ujarnya dengan penuh antusiasme.

Mimpi dan Harapan
Kini, Fandy tengah mencari sponsor untuk menunjang karier balapnya. Selama ini, ia membiayai sendiri keikutsertaannya di berbagai ajang. Meski tidak keberatan, ia berharap bisa mendapatkan dukungan agar bisa lebih fokus mengembangkan kemampuan.

“Saya sudah membangun mobil untuk kelas ITCR 3600 dan berharap bisa ikut Kejurnas tahun ini. Tapi saya juga mempertimbangkan untuk lanjut di ITCR 1200 dan Agya OMR. Semua tergantung sponsor dan peluang ke depan,” ungkapnya.

Menutup perbincangan dengan tim MGPA, Fandy memberikan pesan untuk generasi muda yang ingin mengejar mimpi baik di dunia otomotif maupun profesi lainnya,“Jangan pernah takut untuk mencoba. Kalau punya passion, kejar dengan disiplin dan konsistensi. Mimpi itu harus dibarengi usaha, bukan hanya sekadar keinginan,”pesan Fandy.

Direktur Utama Mandalika Grand Prix Association (MGPA), Priandhi Satria memberikan apresiasi perjalanan Fandy Adianto sebagai pembalap sekaligus pilot. “Kami sangat mengapresiasi semangat dan dedikasi Fandy Adianto yang mampu menyeimbangkan dua profesi yang sama-sama menuntut fokus dan keberanian tinggi,”ujar Priandhi.

“Kehadirannya di Mandalika dan pencapaiannya meraih podium di dua kelas sekaligus menunjukkan bahwa Mandalika menjadi tempat lahirnya kisah-kisah inspiratif dari lintasan. Fandy bukan hanya pembalap, tapi juga simbol kerja keras, ketekunan, dan mimpi yang tidak mengenal batas,” ungkap Priandhi.

Fandy Adianto adalah bukti nyata bahwa seseorang bisa memiliki dua dunia, dua passion, dan dua jalur kehidupan yang sama-sama menantang. Di langit ia terbang membawa penumpang dengan tanggung jawab besar, di darat ia melesat dengan determinasi tinggi. Sebuah kisah inspiratif tentang keberanian, kerja keras, dan cinta pada dua bidang yang berbeda namun sama-sama memacu adrenalin.(MGPA/*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *