MATARAM – Karena rendahnya pembelian masyarakat, beras dan gabah di gudang Perum Bulog Nusa Tenggara Barat (NTB) masih menumpuk. Dikawatirkan, Perum Bulog NTB tidak bisa menyerap gabah dabn beras petani pada saat panen raya.
Pimpinan Wilayah Bulog NTB Abdul Muis mengatakannya sewaktu bertmu anggota Forum Wartawan Ekonomi Bisnis NTB di knatornya, Senin 8 Nopember 2021 pagi. ”Serapan beras dan gabah tahun ini masih menumpuk di gudang,” katanya.
Selain itu, Abdul Muis mengatakan kebijakan pemerintah mencabut penyaluran beras mlalui bantuan pangan kepada masyarakat, tidak lagi ditugaskan kepada Perum bulog. Namun dilepas bebas kepada swasta. ”Berat posisi Bulog saat ini,” ujarnya,
Di satu sisi pemerintah memberikan penugasn kepada Perum Bulog untuk menyerap gabah dan beras petani dengan standar harga pembelian pemerintah (HPP). Di sisi lain, saluran beras dari Bulog ditutup.
Sebelumnya, beras Bulog digunakan untuk bantuan pangan kepada masyarakat, bahkan kebutuhan aparat sipil negara (ASN) diserahkan kepada Bulog. Mekanisme tersebut membuat serapan dan distribusi beras menjadi lancar.
Kini beras untuk masyarakat miskin (raskin) sudah tidak lagi disalurkan melalui bulog. ”Di suruh serap beras dan gabaah petani tapi tidak disiapkan salurannya. ”Ini menjadi masalah,” ujar Abdul Muis.
Tahun 2021 target pengadaan Bulog NTB sebesar 127 ribu ton setara beras. Realisasinya sudah mencapai 21.737 ton beras dan 125.017 ton gabah atau setara 76,92 persen pncapaiaan dari target tahun 2021 ini.
Sewaktu tahun 2018, penjualan setahun mencapai 10.201.94 kilogram beras. Tahun 2019 sebanyak 19.713.510 kilogram dan tahun 2020 penjualan beras sebanyak 39.630.169,48 kilogram. Tahun 2021 ini per 7 Nopember 2021 baru terjual hanya 9.178.850,30 kilogram atau 10 persen dari total serapan. ”Penurunan penjualan sangat tajam,” ucapnya.
Harga beras yang sebelumnya Rp 9.200 per kilogram sesuai harga eceran tertinggi (HET) turun menjadi Rp 8.300 perkilogram. Namun permintaan beras tidak tinggi. ”Ada apa ini,” katanya.
Abdul Muis mengatakan stock beras danm gabah di gudang Bulog NTB masih penuh dari kapasitas gudang milik sendiri 60.000 ton dan selebihnya menggunakan gudang sewaan. Dari target realisasi pembelian, Bulog sudah mengeluarkan dana Rp 830 miliar menggunakan kredit dari BRI. Beban bunga pinjaman yang harus dibayar setahun Rp 72 miliar atau setara dengan Rp 6 miliar sebelum dan Rp 200 juta sehari.
Jika tidak ada penjualan tidak diketahui memperoleh uang pembayaran kredit dan bungannya. Seharusnya, perbankan memberikan penghargaan kepada Bulog. Setidaknya kebutuhan pangan karyawan menggunakan pangan yang disediakan oleh Bulog. Apabila tidak terserap tidak diketahui dana pembayarannya.
Diharapkan pemerintah daerah dan pengambil kebijakan membantu Bulog untuk menyerap cadangan stock pangan yang ada di gudang Bulog sehingga tidak menumpuk dan Bulog dapat melakukan serapan stock pangan di gudang Bulog. ”Sehingga tidak menumpuk dan Bulog dapat melakukan serapan kembali saat panen nanti,” ujarnya.(*)