MATARAM – Sehari tadi, Rabu 15 Desember 2021, sebanyak 16 orang pemuka adat di lingkar Gunung Rinjani bertemu dalam Sangkep Lokaq Rinjani di Bencingah Balai Adat Sembalun Bumbung. Diinisiasi oleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) untuk mendukung terpeliharanya adat istiadat Gumi Sasak dalam peranannya sebagai penjaga marwah Gunung Rinjani.
Mereka yang hadir berasal dari lingkar Rinjani yang berasal dari Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Lombok Tengah yang berada di kaki Rinjani.
Acara dibuka langsung oleh Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Dedy Asriady dengan harapan kedepan acara sangkep Lokaq Rinjani dapat terus dilaksanakan secara berkelanjutan untuk masyarakat Rinjani yang beradat dan Lestari.
Gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, dikunjungi pendaki selama delapan terakhir April – Nopember 2021 ada 20.255 orang domestik dan mancanegara. Sedangkan pengunjung non pendakian mencapai 15.707 orang.
Ketua Badan Pelaksana Majelis Adat Sasak Lalu Bayu Windya menjelaskan Balai TNGR akan menjalin kerja sama dengan tokoh adat seputar Rinjani, yang disebut sebagai para “Toaq Lokaq”. ”Sejatinya, mereka yang selama ini secara turun temurun memiliki keterikatan spiritual dengan Rinjani. Sehinggaa mereka selalu menjaganya,” kata Bayu Windya. Menurutnya, kerjasama tersebut dalam bentuk pelibatan secara bermakna.
Bayu Windya menyebutkan dibentuknya forum Toaq Lokaq Rinjani dengan pembina Kepala Balai TNGR dan Ketua Badan Pelaksana Majelis Adat Sasak dan melibatkan pula kalangan akademisi yang terdiri dari antrolopog, sosiolog, budayawan.
Nantinya akan dibuatkan pengaturan tata cara berperilaku di dalam kawasan, dengan memperhatikan aspek: tradisi dan budaya, keterjagaan ekosistem dan lingkungan, kemanfaatan secara umum.
Secara terpisah Camat Sembalun Mertawi, 58 tahun, asli Sembalun, sebagai salah satu pemuka masyarakat adat yang hadir, mengatakan pertemuan itu bertujuan untuk membangun kerjasama harmonisasi para lokaq (pemuka) dengan TNGR. ”Karena selama ini jalan sendiri-sendiri,” katanya.
Ia mengatakan seyogyanya memelihara menjaga dan melindungi trah tuah Rinjani secara bersama-sama. Sehingga tidak berseberangan. Kini sudah terbentuk forum toak lokak (pemuka adat lingkar Rinjani). Termasuk dikukuhkannya Kepala Balai TNGR Dedy Asriadi sebagai Mangku Lokaq (pemuka adat) Rinjani oleh Sekretaris Majelis Adat Sasak Lalu Agus Fathurahman.
Mertawi menyebutkan tradisi pendakian Rinjani secara tradisional ada aturannya. ”Orang mau mendaki gunung harus permisi dulu. Penyimbikan atau tanda sekapur sirih di jidat untuk keselamatan. ”Di situ ada pesan moral. Karena itu yang akan datang akan dibuat awiq – awiq atau tata tertib pendakian sehingga tidak bertentangan adat dan tradisi dan kearifaan lokal,” ujarnya.
Disontohkannya, waktu dulu nenek moyang ketika masuk hutan dan Rinjani terdapat beberapa pantangan. Misalnya tidak menyebut dan memanggil nama orang yang dikenalnya ditemui dalam perjalanan. Menurut keyakinan orang tua dulu, maka akan ada mahluk sama dengan jin yang bisa membawanya pulang ke rumahnya. ”Kita sendiri dinyatakan hilang,” ucapnya.
Mertawi pun menyinggung masalah keletarian alam Rinjani agar tidak terjadi perubahan daya tariknya. ”Jangan mengubah bentang alam Rinjani,” katanya lagi. Ia menyebutkan pendakian gunung Rinjani itu merupakan daya tarik minat khusus. Tantangan pendakian Rinjani itu terjadi setelah menjalani pos III. ”Ada tanjakan penyesalan. Ada empat bukit yang melelahkan. Satu bukit dilewati dikira sudah berakhir ternyata masih ada bukit yang lain,” ujar Mertawi.
Jikapun ada yang menggunakan motor ojek tetapi hanya sebatas sampai pos II saja. Belum melewati tantangan pendakiannya yaitu tanjakan penyesalan sebelum tiba di Pos IV yang memiliki persimpangan ke danau Segara Anak atau puncak Rinjani.(*)